- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Entri yang Diunggulkan
Diposting oleh
ACO NASIR
pada tanggal
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
1. Pendidikan dan Pengajaran
- Peningkatan kualitas
pengajaran di perguruan tinggi.
Pengajaran di perguruan tinggi
merupakan salah satu aspek fundamental dalam mewujudkan tujuan pendidikan
tinggi, yaitu mencetak lulusan yang kompeten dan mampu berkontribusi secara
signifikan di masyarakat. Kualitas pengajaran perlu ditingkatkan secara
terus-menerus melalui berbagai pendekatan, seperti pengembangan kurikulum
berbasis kompetensi, penggunaan teknologi pendidikan, dan pelatihan pedagogis
bagi dosen. Kurikulum yang relevan dengan kebutuhan industri dan perkembangan
zaman dapat mempersiapkan mahasiswa menghadapi tantangan dunia kerja yang
semakin kompleks (Widyaningsih, 2020).
Selain itu, integrasi teknologi
dalam proses pengajaran, seperti penggunaan Learning Management System (LMS),
media interaktif, dan pembelajaran daring, telah terbukti meningkatkan
aksesibilitas dan efektivitas belajar. Teknologi memungkinkan dosen untuk
menyampaikan materi dengan cara yang lebih menarik dan interaktif, sehingga
mendorong partisipasi aktif mahasiswa (Garrison & Vaughan, 2008). Dalam
konteks ini, pembelajaran berbasis hybrid atau blended learning menjadi salah
satu solusi yang menjanjikan, menggabungkan kekuatan pembelajaran tatap muka
dan daring.
Peningkatan kualitas pengajaran
juga membutuhkan penguatan kompetensi pedagogis dosen. Pelatihan pedagogis,
seperti kemampuan merancang pembelajaran aktif, evaluasi yang adil, dan
pembimbingan akademik yang efektif, sangat diperlukan. Dosen tidak hanya
dituntut untuk menguasai materi, tetapi juga mampu menyampaikan ilmu dengan
cara yang memotivasi dan memberdayakan mahasiswa (Biggs & Tang, 2011).
Lebih jauh, pengajaran yang
berkualitas harus didukung oleh sistem evaluasi yang berkelanjutan. Evaluasi
ini mencakup penilaian terhadap metode pengajaran, kepuasan mahasiswa, dan
hasil belajar. Data dari evaluasi dapat digunakan untuk memperbaiki strategi
pembelajaran dan memastikan pencapaian tujuan pendidikan tinggi (Brookhart,
2013). Dengan demikian, peningkatan kualitas pengajaran di perguruan tinggi
tidak hanya menjadi tanggung jawab individu dosen, tetapi juga membutuhkan
dukungan institusi dalam bentuk kebijakan dan fasilitas yang memadai.
- Metode
pembelajaran berbasis teknologi.
Metode pembelajaran berbasis teknologi telah
menjadi salah satu inovasi penting dalam dunia pendidikan, termasuk di
perguruan tinggi. Dengan kemajuan teknologi, pembelajaran tidak lagi terbatas
pada ruang kelas tradisional, tetapi juga dapat dilakukan secara daring atau
kombinasi keduanya (blended learning). Teknologi memungkinkan penyampaian
materi menjadi lebih interaktif dan menarik melalui berbagai media seperti video,
simulasi, dan aplikasi pembelajaran (Garrison & Vaughan, 2008). Dalam
konteks ini, pembelajaran berbasis teknologi meningkatkan fleksibilitas waktu
dan tempat belajar, sehingga mahasiswa dapat belajar sesuai dengan kebutuhan
mereka.
Salah satu metode yang paling populer adalah
penggunaan Learning Management System (LMS), seperti Moodle, Google Classroom,
dan Canvas. LMS membantu dosen dalam mengelola materi, memberikan tugas, dan
melakukan penilaian secara terintegrasi. Dengan LMS, mahasiswa juga dapat dengan
mudah mengakses materi pembelajaran, mengikuti diskusi daring, serta menerima
umpan balik secara real-time (Al-Adwan et al., 2018). Selain itu, penggunaan
teknologi berbasis Artificial Intelligence (AI) dalam pembelajaran, seperti
chatbots untuk pembelajaran bahasa atau analitik pembelajaran, memungkinkan
pengalaman belajar yang lebih personal dan adaptif.
Teknologi juga mendukung pembelajaran kolaboratif
melalui platform seperti Microsoft Teams, Zoom, atau Google Meet. Mahasiswa
dapat bekerja sama dalam proyek atau diskusi kelompok tanpa harus berada di
lokasi yang sama. Hal ini meningkatkan keterampilan kerja tim yang sangat
dibutuhkan di dunia kerja (Hrastinski, 2008). Lebih jauh, pengintegrasian
augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) memungkinkan pembelajaran yang
lebih imersif, terutama untuk bidang studi seperti kedokteran, teknik, atau
desain.
Namun, metode pembelajaran berbasis teknologi
juga memiliki tantangan, seperti keterbatasan infrastruktur, keterampilan
digital dosen dan mahasiswa, serta potensi kesenjangan akses teknologi. Untuk
mengatasi masalah ini, institusi pendidikan perlu memberikan pelatihan
teknologi bagi dosen dan mahasiswa, serta memastikan ketersediaan fasilitas
yang memadai (Anderson, 2004). Dengan pendekatan yang tepat, pembelajaran
berbasis teknologi dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan
kualitas pendidikan di perguruan tinggi.
- Kompetensi
dosen dalam mendukung pembelajaran.
Kompetensi dosen merupakan faktor kunci dalam
keberhasilan proses pembelajaran di perguruan tinggi. Dosen tidak hanya
bertindak sebagai pengajar, tetapi juga sebagai fasilitator, motivator, dan
mentor bagi mahasiswa. Untuk menjalankan peran ini dengan baik, dosen perlu
memiliki empat jenis kompetensi utama: pedagogik, profesional, sosial, dan
kepribadian (Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).
Kompetensi-kompetensi ini menjadi landasan dalam menciptakan lingkungan belajar
yang efektif, inovatif, dan inklusif.
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan dosen dalam
merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran. Dosen perlu
memahami kebutuhan mahasiswa dan menggunakan metode pengajaran yang sesuai,
seperti pembelajaran berbasis proyek atau problem-based learning. Selain itu,
dosen harus mampu memanfaatkan teknologi pendidikan untuk mendukung proses
pembelajaran, terutama dalam era digital saat ini (Biggs & Tang, 2011).
Kompetensi profesional mencakup penguasaan materi
yang diajarkan serta perkembangan terbaru dalam bidang ilmu terkait. Dosen yang
memiliki kompetensi ini mampu memberikan wawasan yang relevan dan kontekstual
kepada mahasiswa. Misalnya, dosen di bidang teknologi informasi harus terus
mengikuti perkembangan teknologi terkini untuk memastikan materi pembelajaran
tetap up-to-date (Shulman, 1987).
Kompetensi sosial dosen melibatkan kemampuan
berkomunikasi, bekerja sama, dan membangun hubungan positif dengan mahasiswa
maupun kolega. Hal ini penting untuk menciptakan suasana pembelajaran yang
kondusif dan mendukung partisipasi aktif mahasiswa. Sementara itu, kompetensi
kepribadian meliputi sikap profesionalisme, integritas, dan kemampuan menjadi
teladan bagi mahasiswa (Hadiyanto, 2019).
Untuk meningkatkan kompetensi dosen, perguruan
tinggi perlu menyediakan pelatihan yang berkelanjutan, baik dalam bentuk
lokakarya, seminar, maupun program pengembangan profesional. Dengan kompetensi
yang memadai, dosen dapat mendukung pembelajaran secara maksimal, menciptakan
lulusan yang tidak hanya kompeten di bidangnya tetapi juga siap menghadapi
tantangan global.
- Peran mahasiswa dalam proses
pembelajaran.
Mahasiswa merupakan subjek utama dalam proses
pembelajaran di perguruan tinggi. Keberhasilan pembelajaran tidak hanya
bergantung pada kemampuan dosen, tetapi juga pada peran aktif mahasiswa dalam
menjalankan tanggung jawab mereka sebagai pembelajar. Mahasiswa diharapkan
tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga peserta aktif yang terlibat
dalam diskusi, eksplorasi, dan pemecahan masalah. Pendekatan ini sejalan dengan
konsep pembelajaran aktif yang menekankan partisipasi mahasiswa dalam proses
belajar (Bonwell & Eison, 1991).
Salah satu peran penting mahasiswa adalah sebagai
pembelajar mandiri. Mahasiswa diharapkan mampu mengelola waktu, merencanakan
kegiatan belajar, dan mencari sumber belajar yang relevan secara mandiri. Dalam
era digital, mahasiswa memiliki akses yang luas terhadap sumber informasi,
seperti jurnal daring, video pembelajaran, dan kursus online, yang dapat
dimanfaatkan untuk mendukung pemahaman mereka terhadap materi perkuliahan
(Merriam & Bierema, 2013).
Selain itu, mahasiswa juga memiliki peran sebagai
kolaborator dalam pembelajaran. Pembelajaran berbasis kolaborasi, seperti
diskusi kelompok, proyek bersama, atau simulasi, memungkinkan mahasiswa untuk
saling bertukar pengetahuan, meningkatkan keterampilan komunikasi, dan belajar
bekerja sama dengan orang lain. Interaksi ini tidak hanya memperkaya pengalaman
belajar tetapi juga mempersiapkan mahasiswa untuk bekerja dalam tim di dunia
profesional (Johnson & Johnson, 1999).
Peran mahasiswa juga mencakup kemampuan berpikir
kritis dan kreatif. Mahasiswa perlu menganalisis informasi, mengajukan
pertanyaan kritis, dan memberikan solusi inovatif terhadap permasalahan yang
dihadapi. Hal ini sangat relevan dengan tuntutan dunia kerja yang membutuhkan
individu yang mampu berpikir di luar batasan konvensional (Brookfield, 2012).
Agar peran ini dapat dijalankan dengan baik,
mahasiswa perlu didukung oleh lingkungan belajar yang kondusif. Dosen dan
institusi pendidikan harus menciptakan ruang bagi mahasiswa untuk
berpartisipasi aktif dan mengekspresikan ide-ide mereka. Dengan demikian, peran
mahasiswa dalam pembelajaran menjadi bagian integral dari keberhasilan
pendidikan tinggi.
2. Penelitian dan Pengembangan
- Pentingnya penelitian dalam
pengembangan ilmu pengetahuan.
Penelitian memiliki peran krusial dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, karena merupakan sarana untuk menemukan,
menguji, dan mengembangkan teori serta pengetahuan baru. Melalui penelitian,
ilmuwan dan akademisi dapat mengeksplorasi fenomena alam, sosial, dan
teknologi, sehingga menciptakan solusi terhadap berbagai permasalahan yang
dihadapi masyarakat. Penelitian tidak hanya memperluas wawasan manusia, tetapi
juga menjadi landasan bagi inovasi yang berdampak pada kemajuan peradaban
(Creswell & Creswell, 2018).
Salah satu kontribusi utama penelitian adalah
kemampuan untuk memvalidasi dan menyempurnakan teori yang sudah ada. Proses ini
penting untuk memastikan bahwa ilmu pengetahuan terus berkembang seiring dengan
waktu. Sebagai contoh, dalam bidang kesehatan, penelitian memungkinkan pengembangan
obat-obatan baru, teknik diagnostik, dan metode perawatan yang lebih efektif.
Penelitian juga membantu mengungkap hubungan sebab-akibat yang sebelumnya tidak
diketahui, yang menjadi dasar bagi formulasi kebijakan publik yang lebih baik
(Neuman, 2014).
Selain itu, penelitian menjadi penghubung antara
ilmu pengetahuan dan teknologi. Penemuan yang dihasilkan dari penelitian dasar
sering kali menjadi cikal bakal inovasi teknologi. Misalnya, penelitian dalam
bidang fisika kuantum telah melahirkan teknologi seperti laser dan
semikonduktor yang digunakan secara luas dalam berbagai aplikasi, mulai dari
telekomunikasi hingga komputasi (Godin, 2006). Dengan demikian, penelitian
tidak hanya memperkaya ranah akademik tetapi juga memberikan manfaat praktis
bagi kehidupan sehari-hari.
Lebih jauh, penelitian berperan dalam memecahkan
masalah global, seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan kesehatan
masyarakat. Pendekatan berbasis bukti (evidence-based approach) memungkinkan
para pengambil keputusan untuk merumuskan kebijakan yang lebih efektif dan
berkelanjutan. Dalam hal ini, penelitian berfungsi sebagai kompas yang membantu
manusia menghadapi tantangan masa depan dengan strategi yang lebih terarah
(Bryman, 2015).
Agar penelitian dapat memberikan dampak maksimal,
diperlukan dukungan yang memadai, seperti pendanaan, infrastruktur, dan
kolaborasi lintas disiplin. Perguruan tinggi dan lembaga penelitian harus
menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan yang inklusif, dengan melibatkan
peneliti, mahasiswa, dan masyarakat. Dengan cara ini, penelitian tidak hanya
menjadi alat untuk memahami dunia, tetapi juga untuk menciptakan masa depan
yang lebih baik.
- Kolaborasi penelitian antara
perguruan tinggi dan industri.
Kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri merupakan langkah strategis
untuk mendorong inovasi, mempercepat transfer teknologi, dan meningkatkan daya
saing nasional. Perguruan tinggi, sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan,
memiliki sumber daya manusia dan fasilitas yang mumpuni untuk melakukan
penelitian. Di sisi lain, industri memiliki pemahaman yang mendalam tentang
kebutuhan pasar dan kemampuan untuk mengimplementasikan hasil penelitian secara
praktis. Kerja sama ini memungkinkan terjadinya sinergi yang saling
menguntungkan bagi kedua pihak (Etzkowitz & Leydesdorff, 2000).
Kolaborasi penelitian dapat menghasilkan inovasi yang relevan dan aplikatif.
Perguruan tinggi menyediakan landasan teoritis dan metodologis yang kuat,
sementara industri memberikan arah yang lebih spesifik berdasarkan kebutuhan
praktis di lapangan. Sebagai contoh, penelitian kolaboratif di bidang teknologi
manufaktur dapat menghasilkan proses produksi yang lebih efisien, ramah
lingkungan, dan ekonomis. Hasil ini tidak hanya mendukung pertumbuhan industri,
tetapi juga berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan
kualitas hidup masyarakat (Perkmann et al., 2013).
Selain itu, kolaborasi ini mempercepat transfer teknologi dari laboratorium
ke pasar. Banyak hasil penelitian di perguruan tinggi yang memiliki potensi
besar tetapi tidak dapat diimplementasikan tanpa dukungan dari industri.
Melalui kemitraan, hasil penelitian dapat dikembangkan menjadi produk komersial
yang bernilai tambah. Pendekatan ini juga membantu industri dalam mengatasi
tantangan inovasi, sehingga mereka dapat tetap kompetitif di pasar global
(Ankrah & Al-Tabbaa, 2015).
Kerja sama ini juga memberikan manfaat langsung bagi perguruan tinggi,
seperti peningkatan relevansi penelitian, pendanaan tambahan, dan peluang
magang bagi mahasiswa. Sementara itu, bagi industri, kolaborasi ini membuka
akses ke talenta muda, hasil penelitian terkini, dan solusi berbasis bukti.
Namun, untuk memastikan keberhasilan kolaborasi, diperlukan komunikasi yang
efektif, kesepakatan yang jelas mengenai hak kekayaan intelektual, dan komitmen
jangka panjang dari kedua pihak (Bruneel et al., 2010).
Dengan pengelolaan yang baik, kolaborasi penelitian antara perguruan tinggi
dan industri dapat menjadi pendorong utama inovasi dan pertumbuhan ekonomi.
Kerja sama ini juga memperkuat hubungan antara dunia akademik dan dunia kerja,
menciptakan ekosistem penelitian yang lebih dinamis dan berkelanjutan.
- Pendanaan penelitian dan
manajemen anggaran.
Pendanaan penelitian merupakan elemen vital dalam mendukung kegiatan ilmiah
dan inovasi. Tanpa pendanaan yang memadai, penelitian sulit untuk dilaksanakan
secara optimal, karena membutuhkan sumber daya manusia, infrastruktur, dan
bahan penelitian. Dalam konteks perguruan tinggi, sumber pendanaan penelitian
biasanya berasal dari anggaran pemerintah, hibah dari institusi swasta, atau
kolaborasi dengan industri. Pendanaan yang terencana dan berkelanjutan
memungkinkan perguruan tinggi untuk menghasilkan penelitian berkualitas tinggi
yang berdampak pada pengembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat (Salter &
Martin, 2001).
Manajemen anggaran yang efektif menjadi kunci dalam memastikan pendanaan
penelitian digunakan secara efisien dan tepat sasaran. Penelitian biasanya
melibatkan berbagai pos pengeluaran, seperti honorarium peneliti, pembelian
peralatan, biaya perjalanan, dan publikasi hasil penelitian. Oleh karena itu,
diperlukan perencanaan anggaran yang rinci sejak tahap awal, termasuk
penyusunan proposal anggaran yang realistis. Transparansi dalam penggunaan dana
juga penting untuk menjaga akuntabilitas dan kepercayaan dari pemberi dana
(Dill & van Vught, 2010).
Dalam manajemen anggaran, penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan
efisiensi dan akurasi pengelolaan dana penelitian. Sistem informasi manajemen
penelitian (SIM-Riset) memungkinkan pengelolaan dana secara digital, termasuk
perencanaan, pemantauan, dan pelaporan. Dengan sistem ini, pelaporan keuangan
dapat dilakukan secara real-time, sehingga meminimalkan risiko penyalahgunaan
dana dan memastikan penelitian berjalan sesuai rencana (Guthrie et al., 2014).
Selain itu, diversifikasi sumber pendanaan menjadi strategi penting untuk
memastikan keberlanjutan penelitian. Perguruan tinggi dan peneliti perlu aktif
mencari hibah kompetitif, baik dari lembaga nasional maupun internasional.
Kerja sama dengan industri juga dapat membuka peluang pendanaan yang lebih
besar melalui proyek-proyek penelitian terapan. Namun, dalam mengelola
pendanaan dari berbagai sumber, penting untuk memastikan kesesuaian penggunaan
dana dengan tujuan penelitian serta mematuhi aturan dan regulasi yang berlaku
(Bozeman & Boardman, 2014).
Dengan pendanaan yang terkelola dengan baik, penelitian dapat berjalan
secara optimal, menghasilkan temuan yang signifikan, dan memberikan kontribusi
nyata bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta pemecahan masalah global.
Pengelolaan anggaran yang efektif juga memperkuat kredibilitas lembaga
penelitian dan meningkatkan peluang mendapatkan pendanaan di masa mendatang.
- Publikasi ilmiah dan
dampaknya terhadap reputasi institusi.
Publikasi ilmiah merupakan salah satu indikator
penting dalam menilai kinerja akademik sebuah institusi pendidikan tinggi.
Melalui publikasi ilmiah, hasil penelitian dapat disebarluaskan ke komunitas
ilmiah global, sehingga memperluas dampak dari penemuan tersebut. Artikel yang
diterbitkan di jurnal bereputasi internasional tidak hanya mencerminkan
kualitas penelitian yang dilakukan oleh peneliti, tetapi juga menjadi tolok
ukur prestasi institusi. Reputasi institusi yang kuat sering kali ditentukan
oleh jumlah dan kualitas publikasi ilmiah yang dihasilkan oleh staf akademiknya
(Bornmann & Daniel, 2008).
Publikasi ilmiah yang berkualitas meningkatkan
visibilitas institusi di tingkat nasional maupun internasional. Artikel yang
sering dikutip menunjukkan bahwa penelitian tersebut relevan dan berkontribusi
signifikan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, publikasi
ilmiah berfungsi sebagai sarana untuk memperkuat citra institusi sebagai pusat
keunggulan akademik. Selain itu, reputasi yang baik dapat meningkatkan daya
tarik institusi di mata calon mahasiswa, dosen, dan peneliti dari berbagai
belahan dunia (Moed, 2005).
Lebih jauh, reputasi yang ditingkatkan melalui
publikasi ilmiah memiliki dampak positif terhadap peluang pendanaan. Lembaga
donor dan pemerintah cenderung memberikan prioritas kepada institusi dengan
rekam jejak publikasi yang kuat. Hal ini memberikan akses lebih besar terhadap
hibah penelitian yang kompetitif, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk
mendukung penelitian lebih lanjut. Selain itu, reputasi yang baik dapat
memperluas jejaring kolaborasi internasional, membuka peluang untuk bekerja
sama dengan institusi lain dalam proyek penelitian global (King, 2004).
Namun, kualitas publikasi lebih penting daripada
kuantitas. Institusi perlu mendorong peneliti untuk mengutamakan publikasi di
jurnal dengan faktor dampak tinggi atau jurnal yang terindeks oleh lembaga
internasional seperti Scopus atau Web of Science. Selain itu, institusi juga
harus mendukung akses terbuka (open access) untuk memastikan hasil penelitian
dapat diakses oleh masyarakat luas, sehingga memberikan dampak sosial yang
lebih besar (Björk et al., 2010).
Dengan strategi yang terencana, publikasi ilmiah
dapat menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan reputasi institusi
pendidikan tinggi. Selain memperkuat posisi institusi dalam komunitas ilmiah
global, dampak positifnya juga mencakup peningkatan kualitas pembelajaran,
penelitian, dan kontribusi terhadap pembangunan masyarakat.
Share on Facebook
Share on WhatsApp
Referensi
Biggs, J.,
& Tang, C. (2011). Teaching for quality learning at university: What the
student does. Open University Press.
Brookhart, S.
M. (2013). How to create and use rubrics for formative assessment and
grading. ASCD.
Garrison, D.
R., & Vaughan, N. D. (2008). Blended learning in higher education:
Framework, principles, and guidelines. Jossey-Bass.
Widyaningsih,
S. (2020). Inovasi pendidikan tinggi dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Jurnal
Pendidikan Indonesia, 9(2), 145-157.
Al-Adwan,
A. S., Al-Adwan, A., & Smedley, J. (2018). Exploring students’ acceptance
of e-learning using technology acceptance model in Jordanian universities. International Journal of Education and
Development using Information and Communication Technology (IJEDICT),
14(1), 131-153.
Anderson,
T. (2004). The theory and practice of online learning.
Athabasca University Press.
Garrison,
D. R., & Vaughan, N. D. (2008). Blended learning in higher
education: Framework, principles, and guidelines. Jossey-Bass.
Hrastinski,
S. (2008). Asynchronous and synchronous e-learning. Educause
Quarterly, 31(4), 51-55.
Biggs,
J., & Tang, C. (2011). Teaching for quality learning
at university: What the student does. Open University Press.
Hadiyanto.
(2019). Kompetensi dosen sebagai penunjang keberhasilan pembelajaran di
perguruan tinggi. Jurnal Pendidikan Indonesia, 8(2),
154-162.
Shulman,
L. S. (1987). Knowledge and teaching: Foundations of the new reform. Harvard Educational Review, 57(1),
1-22.
Undang-Undang
No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Bonwell,
C. C., & Eison, J. A. (1991). Active learning: Creating
excitement in the classroom. Jossey-Bass.
Brookfield,
S. D. (2012). Teaching for critical thinking: Tools and
techniques to help students question their assumptions.
Jossey-Bass.
Johnson,
D. W., & Johnson, R. T. (1999). Learning together and alone: Cooperative,
competitive, and individualistic learning. Allyn & Bacon.
Merriam,
S. B., & Bierema, L. L. (2013). Adult learning: Linking
theory and practice. Jossey-Bass.
Bryman,
A. (2015). Social research methods. Oxford
University Press.
Creswell,
J. W., & Creswell, J. D. (2018). Research design: Qualitative,
quantitative, and mixed methods approaches. Sage Publications.
Godin,
B. (2006). The linear model of innovation: The historical construction of an
analytical framework. Science, Technology, &
Human Values, 31(6), 639-667.
Neuman,
W. L. (2014). Social research methods: Qualitative and
quantitative approaches. Pearson.
Ankrah,
S., & Al-Tabbaa, O. (2015). Universities–industry collaboration: A
systematic review. Scandinavian Journal of
Management, 31(3), 387-408.
Bruneel,
J., D’Este, P., & Salter, A. (2010). Investigating the factors that
diminish the barriers to university–industry collaboration. Research Policy, 39(7), 858-868.
Etzkowitz,
H., & Leydesdorff, L. (2000). The dynamics of innovation: From National
Systems and “Mode 2” to a Triple Helix of university–industry–government
relations. Research Policy, 29(2), 109-123.
Perkmann,
M., et al. (2013). Academic engagement and commercialisation: A review of the
literature on university–industry relations. Research Policy,
42(2), 423-442.
Bozeman,
B., & Boardman, P. C. (2014). Research collaboration and
team science: A state-of-the-art review and agenda. Springer.
Dill,
D. D., & van Vught, F. A. (2010). National innovation and the
academic research enterprise: Public policy in global perspective.
Johns Hopkins University Press.
Guthrie,
J., Parker, L., & Dumay, J. (2014). Publishing, performance, and academia:
The visible and the invisible in academic accounting research. Accounting, Auditing & Accountability
Journal, 27(6), 1-24.
Salter,
A. J., & Martin, B. R. (2001). The economic benefits of publicly funded
basic research: A critical review. Research Policy,
30(3), 509-532.
Björk,
B.-C., Welling, P., Laakso, M., Majlender, P., Hedlund, T., & Guðnason, G.
(2010). Open access to the scientific journal literature: Situation 2009. PLoS ONE, 5(6), e11273.
Bornmann,
L., & Daniel, H.-D. (2008). What do citation counts measure? A review of
studies on citing behavior. Journal of Documentation,
64(1), 45-80.
King,
D. A. (2004). The scientific impact of nations. Nature,
430(6997), 311-316.
Moed,
H. F. (2005). Citation analysis in research evaluation.
Springer.
Bersambung Baca ....
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
"Perkenalkan, blog saya adalah ruang untuk berbagi cerita, informasi, dan wawasan. Dengan tujuan menginspirasi dan memperkaya pengetahuan, blog ini hadir untuk menjalin koneksi, berbagi pengalaman, dan memberikan nilai tambah bagi setiap pembaca."
Komentar
Posting Komentar